MediaSurya – Dewan Pers resmi meluncurkan Mekanisme Nasional Keselamatan Pers dan mengubah status Satgas Keselamatan Pers menjadi Satgas Nasional permanen untuk memperkuat sistem perlindungan wartawan dan keluarga di Indonesia.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pers Komarudin Hidayat.
“Selama ini perlindungan pers masih terkesan parsial. Dengan mekanisme ini, kami ingin penanganan kasus kekerasan terhadap pers menjadi lebih cepat, terkoordinasi, dan terukur,” ujarnya di Jakarta, dikutip dari kitaindonesiasatu.com, Kamis (26/6).
Mekanisme ini didasarkan pada tiga pilar utama, yaitu pencegahan, perlindungan, dan penegakan hukum, katanya.
“Perlindungan tidak hanya diberikan kepada wartawan, tapi juga keluarga, orang terdekat, pihak yang memiliki hubungan perkawinan, tanggungan wartawan, serta organisasi pers,” katanya.
Peluncuran ini juga menandai perubahan status Satgas Keselamatan Pers (Satgaspers) yang sebelumnya bersifat ad hoc menjadi Satgas Nasional Keselamatan Pers (Satnaspers) yang permanen.
Satnaspers nantinya akan melibatkan sejumlah lembaga negara, seperti LPSK, Komnas Perempuan, serta lembaga lainnya yang akan bergabung, tambahnya.
“Selama ini penanganan kekerasan terhadap pers masih kurang terkoordinasi. Melalui Satnaspers, kami berharap perlindungan kepada wartawan dan keluarganya lebih terstruktur dan kolaboratif,” tambahnya.
Penyusunan mekanisme ini mendapat dukungan dari lembaga internasional International Media Support (IMS) dan melibatkan berbagai pihak melalui forum diskusi terfokus hingga rapat konsultasi, ujarnya.
Menurut data Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sepanjang 2024 terjadi 61 kasus kekerasan terhadap jurnalis, mulai dari kekerasan fisik, intimidasi, teror, hingga serangan digital seperti doxing dan DDoS, katanya.
Bahkan pada Maret 2025 lalu, kantor Tempo mendapat kiriman kepala babi dan bangkai tikus usai menerbitkan artikel terkait judi online, tambahnya.
Di akhir Mei, penulis opini di Detik juga mendapat teror usai menulis soal isu hubungan sipil dan militer, katanya.
Berdasarkan Indeks Kebebasan Pers (IKP) 2024, Dewan Pers mencatat adanya penurunan signifikan, dengan angka IKP mencapai 69,36, lebih rendah dibanding 71,57 pada 2023 dan jauh di bawah 77,88 pada 2022, ujarnya.
“Tren ini harus menjadi alarm bagi semua pihak. Kemerdekaan pers adalah jantung demokrasi. Jika pers dibungkam, demokrasi ikut terancam,” tambahnya.
Dewan Pers berharap mekanisme ini bisa menjadi langkah nyata melindungi pers sekaligus memperkuat kebebasan berekspresi di tanah air. (am)