Mediasurya, Jakarta – Ria Agustina, pemilik klinik kecantikan Ria Beauty, ditangkap polisi setelah terbongkar melakukan praktik kecantikan ilegal dengan mengaku sebagai dokter, meskipun ia sebenarnya bukan tenaga medis.
Bersama asistennya, DN, Ria ditangkap di sebuah kamar hotel di Kuningan, Jakarta Selatan pada Minggu (1/12/2024).
Ria Agustina yang sempat dikenal sebagai dokter kecantikan ternyata adalah seorang sarjana perikanan, bukan seorang profesional medis. Klaimnya sebagai dokter untuk membuka klinik kecantikan telah membawa masalah hukum.
Klinik Ria Beauty, yang mengoperasikan layanan seperti penghilangan bopeng wajah dengan alat GTS roller, ternyata menggunakan alat yang belum memiliki izin edar dan produk kecantikan yang tidak terdaftar di BPOM.
“Ria dan DN bukan merupakan tenaga medis atau tenaga kesehatan. Mereka sengaja mengambil keuntungan dengan membuka jasa perawatan menggunakan alat dan produk yang tidak memenuhi standar keselamatan,” ungkap Kombes Wira Satya Triputra, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Praktik ilegal tersebut terungkap setelah penyelidikan oleh Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Berbekal informasi dari masyarakat, polisi menyamar sebagai calon pasien dan berkomunikasi melalui WhatsApp.
Polisi kemudian mengidentifikasi bahwa biaya perawatan yang ditawarkan mencapai Rp 85 juta, dengan tarif per perawatan mulai dari Rp 10 juta.
Saat penggerebekan di kamar hotel pada 1 Desember 2024, polisi menemukan Ria dan DN tengah melayani tujuh pasien.
Selain itu, alat yang digunakan untuk perawatan, seperti derma roller, ternyata tidak terdaftar di BPOM, sementara serum dan krim anestesi yang digunakan juga tidak memenuhi standar keamanan.
Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa Ria Agustina mengoperasikan klinik ini dengan omzet yang diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah setiap bulannya, dengan harga per perawatan yang sangat tinggi.
Akibat perbuatannya, Ria dan DN dijerat dengan Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) dan/atau ayat (3) dan/atau Pasal 439 jo. Pasal 441 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
Mereka terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun atau denda hingga Rp 5 miliar. (am)