Gadget

Harga iPhone Diprediksi Tembus Rp59 Juta Jika Diproduksi di Amerika Serikat

Akhmad Madani
×

Harga iPhone Diprediksi Tembus Rp59 Juta Jika Diproduksi di Amerika Serikat

Sebarkan artikel ini
iPhone 16
iPhone 16 (foto: MediaSurya/Dok Apple Indonesia)

BUNTOK (MediaSurya) – Produksi iPhone secara penuh di Amerika Serikat berpotensi menaikkan harga jual perangkat hingga Rp59 juta per unit.

Prediksi ini disampaikan oleh Dan Ives, Kepala Riset Teknologi Wedbush Securities, yang menghitung harga iPhone buatan AS bisa mencapai US$ 3.500 dengan kurs saat ini.

Menurutnya, kalkulasi tersebut muncul seiring dorongan Presiden Amerika Serikat Donald Trump agar Apple memindahkan lini produksi dari Cina ke dalam negeri.

“Jika produksi dilakukan seluruhnya di AS, maka harga jual iPhone akan melambung tajam,” ujar Ives dalam pernyataannya seperti dilansir Tempo, Selasa, 22 April 2025.

Langkah ini dikaitkan dengan kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan terhadap produk asal Cina oleh pemerintahan Trump.

CEO Apple Tim Cook menyatakan bahwa alasan utama Apple memproduksi iPhone di Cina bukan karena upah rendah.

Ia menjelaskan bahwa Cina memiliki konsentrasi tenaga kerja terampil dan fasilitas manufaktur berskala besar dalam satu kawasan.

“Cina sudah tidak menjadi negara berbiaya rendah sejak lama, tetapi tetap menjadi pilihan karena jenis dan jumlah keterampilan yang tersedia,” kata Cook dalam wawancara tahun 2017 lalu.

Cook menambahkan bahwa keterpaduan rantai pasok dan kecepatan produksi di Cina sulit ditandingi oleh negara lain, termasuk AS.

Rencana memindahkan seluruh proses perakitan ke AS juga menghadapi hambatan dari sisi logistik dan infrastruktur manufaktur.

Apple selama ini mengandalkan ratusan pemasok dari berbagai negara untuk memenuhi kebutuhan komponen iPhone.

Jika proses produksi dipusatkan di AS, maka ongkos impor komponen serta biaya logistik akan meningkat drastis.

“Skala produksi dan logistik menjadi tantangan tersendiri dalam proses domestikasi ini,” ujar Ives menjelaskan lebih lanjut.

Meskipun Apple telah mengumumkan pembangunan pabrik di Houston, Texas, fasilitas tersebut baru mulai beroperasi pada 2026 dan difokuskan untuk produksi server.

Langkah tersebut menunjukkan bahwa peralihan ke produksi domestik iPhone bukan prioritas dalam waktu dekat.

Willy Shih, Profesor Harvard Business School, menilai produksi iPhone di AS hanya mungkin jika sistem perakitan bisa diotomatisasi sepenuhnya.

Ia menyebut bahwa tingkat integrasi elektronik harus ditingkatkan agar ponsel dapat dirakit oleh mesin secara masif.

“Tapi saat ini, komponen bernilai tinggi tetap harus diimpor karena belum tersedia di AS,” ungkap Shih dalam keterangannya.

Sebelumnya, Apple sempat memproduksi Mac Pro di Texas pada 2019, namun menghadapi kendala teknis dalam pengadaan komponen sederhana seperti sekrup.

Volume produksi Mac Pro yang jauh lebih kecil dibandingkan iPhone tetap menimbulkan tantangan dalam produksi domestik.

Dengan pengiriman iPhone mencapai 225,9 juta unit pada tahun 2024, memindahkan seluruh proses ke AS akan memerlukan transformasi besar.

Apple kemungkinan akan mempertahankan basis produksi di luar negeri sambil meningkatkan kapasitas di negara-negara seperti India.

Langkah ini dinilai lebih realistis mengingat faktor biaya, ketersediaan tenaga kerja, dan ekosistem rantai pasok global yang telah mapan.

Beberapa analis memperkirakan bahwa harga iPhone ke depan akan tetap naik secara bertahap, bergantung pada kebijakan tarif dan bea impor.

Konsumen di negara berkembang seperti Indonesia dapat merasakan dampak kenaikan harga karena ketergantungan terhadap barang impor.

Dari sisi kebijakan, upaya relokasi manufaktur ke AS dinilai sebagai bagian dari strategi jangka panjang Pemerintah AS untuk mengurangi ketergantungan pada Cina.

Namun, proses ini memerlukan waktu dan biaya yang sangat besar, serta dukungan infrastruktur dan insentif industri dalam negeri.

Reaksi publik terhadap isu ini cukup beragam, terutama di media sosial yang ramai membahas kemungkinan harga iPhone menjadi tidak terjangkau.

Sebagian warganet mengkritik kebijakan AS yang dinilai proteksionis dan berpotensi merugikan konsumen global.

Meski demikian, Apple tetap menegaskan komitmennya untuk menyesuaikan kebijakan bisnis dengan tuntutan geopolitik dan pasar global.

Produksi domestik penuh masih menjadi wacana jangka panjang yang perlu dikaji secara komprehensif oleh seluruh pemangku kepentingan. (am)