NasionalPolitik

Bawaslu: Pemilu Serentak Terlalu Rumit, Putusan MK Adalah Koreksi Konstitusional

Akhmad Madani
×

Bawaslu: Pemilu Serentak Terlalu Rumit, Putusan MK Adalah Koreksi Konstitusional

Sebarkan artikel ini
Anggota Bawaslu RI, Puadi. (foto: Rumondang Naibaho/detikcom)

JAKARTA (MediaSurya) – Anggota Bawaslu RI, Puadi, menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan daerah merupakan bentuk koreksi konstitusional terhadap desain pemilu serentak.

Menurutnya, pemilu serentak selama ini terlalu padat, rumit, dan membebani penyelenggara maupun pemilih.

“Putusan MK No 135/PUU-XXII/2024 merupakan koreksi konstitusional yang sangat krusial terhadap desain pemilu serentak,” ujarnya di Jakarta, dikutip dari detik.com, Sabtu (28/6).

Puadi menjelaskan pemisahan antara pemilu nasional dan daerah memberi ruang rasional kepada pemilih untuk menentukan pilihan secara lebih matang.

Menurutnya, tekanan informasi dan waktu yang tinggi dalam satu hari pemungutan suara sangat memengaruhi kualitas partisipasi.

“Langkah ini memberi peluang meningkatkan kualitas partisipasi publik dan mengurangi kelelahan penyelenggara,” katanya.

Dia juga menyoroti bahwa pemisahan tersebut memungkinkan pengawasan lebih fokus dan efektif terhadap proses pemilu.

Selain itu, masa jabatan kepala daerah dan DPRD berpotensi diperpanjang karena penyesuaian terhadap putusan MK.

“Perpanjangan masa jabatan merupakan konsekuensi transisional yang tidak bisa dihindari,” tambahnya.

Namun ia menegaskan pentingnya memastikan proses transisi berlangsung transparan, konstitusional, dan akuntabel.

“Jangan sampai masa perpanjangan menjadi celah bagi penyalahgunaan kewenangan,” ujarnya.

Puadi mengingatkan bahwa esensi pemilu bukan hanya soal waktu pelaksanaan, tapi juga menjamin hasil yang mencerminkan kedaulatan rakyat.

Sebelumnya, MK memutuskan bahwa pemilu nasional dan daerah tidak lagi dilakukan secara serentak pada hari yang sama.

Putusan itu menyatakan bahwa pemilihan legislatif dan presiden dapat dipisahkan dengan pemilihan kepala daerah.

“Pemilihan dilakukan dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan DPR dan Presiden,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam amar putusannya, Kamis (26/6).

Putusan tersebut menyatakan bahwa Pasal 3 ayat (1) UU No 8 Tahun 2015 bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak dimaknai secara bersyarat.

Ketentuan itu sebelumnya mengatur pemilu kepala daerah dilakukan secara serentak di seluruh wilayah NKRI.

Dengan putusan ini, pemisahan jadwal pemilu diharapkan dapat memperbaiki kualitas demokrasi dan efektivitas pemilu ke depan. (am)