Mediasurya.com, Yogyakarta — Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah menetapkan status siaga darurat bencana kekeringan mulai awal bulan ini hingga 31 Agustus 2024. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Yogyakarta, Noviar Rahmad, mengungkapkan bahwa kabupaten Gunungkidul, Bantul, dan Kulon Progo adalah yang paling terimbas kemarau tahun ini.
“Sebanyak 1.153 hektare lahan pertanian di ketiga kabupaten ini mengalami dampak kekeringan, dengan sebagian besar mengalami puso atau gagal panen,” ujar Noviar pada Senin, 19 Agustus 2024. Lahan sawah yang terdampak tersebar di 14 kecamatan dalam ketiga kabupaten tersebut, terutama di sisi selatan yang dekat dengan pesisir.
Di Kabupaten Gunungkidul, kekeringan panjang mempengaruhi 10 kecamatan, antara lain Semanu, Saptosari, dan Playen. “Sebagian besar tanaman padi yang gagal panen berada di lahan sawah tadah hujan,” tambah Noviar. Di Bantul, kekeringan mengganggu Kecamatan Dlingo, sedangkan di Kulon Progo, dampak terasa di Kecamatan Wates, Panjatan, dan Temon.
“Kekeringan ini bukan hanya berdampak pada kebutuhan air bersih untuk rumah tangga warga, tetapi juga pada hasil panen,” kata Noviar. Warga Gunungkidul sudah mengalami krisis air bersih sejak Juni 2024, sedangkan Bantul dan Kulon Progo baru merasakannya sejak pertengahan bulan lalu, dengan meningkatnya permintaan bantuan air bersih.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, memastikan bahwa anggaran kebencanaan telah disiapkan untuk situasi darurat ini. “Kami sudah menyiapkan anggaran tambahan jika anggaran pemerintah kabupaten tidak mencukupi,” ujarnya.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Sleman, Bambang Kuntoro, menyatakan bahwa belum ada permintaan pasokan air bersih dari masyarakat di wilayah Sleman, tetapi pihaknya sudah bersiap menghadapi kebutuhan tersebut jika muncul.
Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo, menambahkan bahwa lembaganya telah mendirikan Irigasi Air Tanah Dangkal (IATD) untuk kelompok tani dan peternak. “Infrastruktur ini bertujuan menjaga ketersediaan air di sektor pertanian,” ujarnya. “Persoalan utama saat kemarau adalah turunnya debit air irigasi.”