Di Balik Gemerlap MotoGP Mandalika, Pertarungan Pemilik Lahan Terus Berlanjut

Mediasurya

Mediasurya, Mandalika – Deru mesin dan kecepatan para pebalap di Sirkuit Mandalika menggema hingga ke rumah Amaq Bengkok (90) dan Sibawaeh (50), bersama 40 kepala keluarga lainnya yang masih bertahan di tanah mereka meski di tengah sengketa lahan.

Jarak dari lintasan sirkuit ke rumah Amaq Bengkok hanya sekitar 500 meter, sementara ke rumah Sibawaeh sekitar 700 meter.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, rumah kedua pemilik lahan ini dijaga oleh pihak keamanan, bukan hanya untuk melindungi mereka, tetapi untuk memastikan mereka tidak membentangkan poster tuntutan terkait sengketa tanah.

“Tahun ini tidak sebanyak dua tahun lalu,” ujar Sibawaeh.

Selama acara MotoGP, Sibawaeh tampak menemani para penonton di tribun G, tikungan 13-14, sambil memberikan tempat berteduh dari panas matahari.

Ia juga mengungkapkan bahwa banyak penonton memilih menonton dari tribunnya yang dibangun dari kayu yang ia tanam sendiri selama bertahun-tahun.

Di sisi lain, tikungan 9-10 di sirkuit yang kini dikenal sebagai tikungan Amaq Bengkok menjadi saksi banyaknya pebalap Moto3 yang terjatuh.

Sibawaeh mengenang bagaimana rumah kecilnya diangkut alat berat demi pembangunan sirkuit.

“Tanah ini tanah keramat, jika belum selesai, pebalapnya tak akan tenang di tiap tikungan,” ujarnya.

Sibawaeh dan Amaq Bengkok berharap pemerintah dan pihak ITDC segera menyelesaikan sengketa lahan ini.

“Kami hanya bisa berharap, kami tidak pernah mengganggu perhelatan mereka meski kami kecewa,” keluh Sibawaeh.

Penonton dari Mataram pun memilih untuk menonton di halaman rumahnya, di mana mereka merasa lebih nyaman dan bisa melakukan shalat serta makan.

Hari terakhir MotoGP, suasana di Bukit Seger tampak sepi, berbeda dengan sebelumnya.

Warga yang tidak memiliki tiket diarahkan menuju Bazar Mandalika untuk menukar tiket, sementara suasana pengecekan tiket di gate sangat ramai.

Penonton dari berbagai wilayah berdatangan untuk menyaksikan lomba.

Di balik kemewahan fasilitas VIP, para pemilik lahan tetap merasakan dampak negatif dari proyek Mandalika.

Beberapa warga melakukan aksi diam, memegang poster tuntutan atas penyelesaian sengketa lahan.

“Kami hanya menginginkan kasus ini selesai,” ungkap Harry Sandi dari AGRA NTB.

Meskipun Direktur Komersial ITDC, Troy Reza Warokka, membantah adanya demonstrasi, namun sengkarut sengketa lahan di Mandalika belum menemukan titik temu.

Sementara itu, Jorge Martin menyebutkan bahwa tikungan 11 dan 16 di Mandalika terasa seperti berhantu, menambah kisah mistis di balik sirkuit ini.