FLORIDA (MediaSurya) – Donald Trump mencetak sejarah baru di Amerika Serikat sebagai presiden terpilih pertama yang divonis bersalah dalam kasus pidana berat. Namun, vonis tersebut tidak menghalangi langkahnya untuk kembali bertarung dalam Pemilihan Presiden 2024.
Hakim Juan Merchan, dalam sidang pada Jumat (11/1/2025), menjatuhkan hukuman berupa pembebasan tanpa syarat terhadap Trump terkait kasus pemalsuan dokumen bisnis. Tuduhan ini berhubungan dengan pembayaran uang tutup mulut kepada bintang film dewasa Stormy Daniels pada 2016, senilai USD 130.000.
“Belum pernah sebelumnya pengadilan ini dihadapkan dengan serangkaian keadaan yang begitu unik dan luar biasa,” ujar Hakim Merchan dalam persidangan, seperti dikutip dari BBC.
Trump, yang mengikuti persidangan melalui panggilan video dari kediamannya di Florida, menyatakan dirinya tidak bersalah dan menyebut kasus tersebut sebagai upaya politis untuk merusak reputasinya.
“Ini adalah perburuan politik yang dirancang untuk menghalangi langkah saya menuju Gedung Putih,” tegas Trump, seperti dilaporkan Al Jazeera.
Meskipun dinyatakan bersalah atas 34 tuduhan pemalsuan catatan bisnis, Trump tidak dijatuhi hukuman penjara, denda, ataupun masa percobaan. Namun, putusan ini akan tercatat secara permanen dalam catatan hukum pribadinya.
Keputusan ini muncul sehari setelah Mahkamah Agung AS menolak upaya hukum Trump untuk menunda pelaksanaan vonis, menjelang pelantikannya sebagai pemimpin Partai Republik pada 20 Januari mendatang.
Kasus ini bermula dari upaya Trump menyamarkan pembayaran uang tutup mulut sebagai pengeluaran bisnis legal. Pembayaran tersebut bertujuan untuk menyembunyikan dugaan hubungan pribadinya dengan Daniels pada 2006.
Michael Cohen, mantan pengacara pribadi Trump, mengungkapkan bahwa pembayaran tersebut dilakukan atas sepengetahuan dan arahan langsung Trump.
Meski divonis bersalah, Trump menunjukkan tekad kuat untuk melanjutkan langkah politiknya. Dengan vonis yang tidak memengaruhi kebebasannya, Trump diperkirakan tetap menjadi kandidat kuat dalam Pemilu Presiden 2024.
Langkah ini mencerminkan posisi unik dalam sejarah politik AS, di mana seorang presiden terpilih melanjutkan perjuangan politik meski berada di bawah bayang-bayang vonis pidana. (am)