Mediasurya, Jakarta – Tepat 59 tahun yang lalu, pada malam 30 September 1965, peristiwa tragis penculikan dan pembunuhan sejumlah perwira tinggi TNI yang dikenal sebagai “Dewan Jenderal” terjadi.
Pasukan Batalion Cakrabirawa, pengawal Presiden Soekarno, ditugaskan untuk menculik tujuh jenderal yang kemudian dibawa ke Lubang Buaya, Pondok Gede, Jakarta Timur, tempat mereka dibunuh.
Saksi sejarah yang terlibat langsung dalam peristiwa ini, Ishak Bahar (87), menceritakan detik-detik menegangkan sebelum penculikan.
Sebagai anggota Batalion Cakrabirawa, Ishak mendapatkan perintah dari Letkol Untung untuk ikut dalam operasi rahasia itu, meskipun sebelumnya ia dijadwalkan mengawal Presiden Soekarno ke Senayan pada sore hari.
Menurut kesaksian Ishak, Letkol Untung dan Kolonel Abdul Latief sempat pamit kepada Soeharto yang saat itu berada di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) untuk menemani anaknya, Hutomo Mandala Putra, yang sedang sakit.
Pamitan ini terkait misi penculikan para jenderal yang dituduh ingin menggulingkan Soekarno.
Setelah tiba di Lubang Buaya, Ishak diperintahkan untuk berjaga di sebuah rumah, sementara regu lainnya mulai bergerak untuk menculik para jenderal pada malam 1 Oktober 1965.
Dari tujuh jenderal yang diculik, hanya tiga yang masih hidup saat dibawa ke Lubang Buaya. Para jenderal ini kemudian dibunuh dan tubuh mereka dibuang ke dalam sumur tua.
Ishak yang merasa terjebak dalam situasi politik tak terduga, menyaksikan langsung peristiwa tragis tersebut.
Dia juga menyelamatkan seorang polisi bernama Soekitman, yang kemudian menjadi saksi kunci dalam mengungkap lokasi pembantaian.
Setelah peristiwa G30S, Ishak dan banyak anggota Cakrabirawa lainnya ditangkap dan dijebloskan ke penjara tanpa proses peradilan yang layak.
Ishak menghabiskan 13 tahun hidupnya di balik jeruji besi, menghadapi siksaan dan stigma sebagai tahanan politik.