JAKARTA (MediaSurya) – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pemilihan legislatif tingkat daerah (DPRD) hanya dapat digelar paling cepat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan setelah pemilu nasional rampung.
Putusan tersebut disampaikan dalam sidang pembacaan amar putusan perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang digelar di Gedung MK, dikutip dari cnnindonesia.com.
“Dengan melakukan rekayasa konstitusional berkenaan dengan masa jabatan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, termasuk masa jabatan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota sesuai dengan prinsip perumusan norma peralihan atau transisional,” ujarnya dalam pertimbangan hukum halaman 143.
Dalam pertimbangannya, MK menyebut bahwa Pemilu Nasional yang dijadwalkan berlangsung pada 2029 merupakan masa transisi bagi kepala daerah hasil pilkada 2024 dan anggota DPRD hasil pileg 2024.
“Untuk pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dan pemilihan umum gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota dilaksanakan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan hukum,” katanya.
MK menyatakan bahwa pemilu daerah baru dapat digelar setelah pelantikan presiden/wakil presiden serta anggota DPR dan DPD sebagai penanda akhir tahapan pemilu nasional.
“Pemungutan suara di tingkat lokal baru dapat digelar paling cepat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan di tingkat nasional,” tambahnya.
Putusan ini disebut MK bertujuan untuk memisahkan pemilu nasional dan lokal demi mencegah kelelahan politik serta meningkatkan efektivitas demokrasi, termasuk waktu yang memadai bagi partai politik melakukan kaderisasi.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menilai putusan MK tersebut menjadi dasar penting dalam revisi Undang-Undang Pemilu yang sedang disiapkan DPR dan pemerintah.
“Kami memastikan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi ini akan menjadi salah satu concern bagi Komisi II DPR RI dalam menindaklanjuti,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, dikutip dari Antara.
Menurutnya, pemilu nasional yang dijadwalkan pada 2029 dan pemilu daerah yang kemungkinan digelar 2031 akan membutuhkan rumusan masa transisi terhadap jabatan eksekutif dan legislatif di daerah.
“Jeda waktu 2029-2031 untuk DPRD, provinsi, kabupaten, kota termasuk untuk jabatan gubernur, bupati, wali kota itu kan harus ada norma transisi,” katanya.
Ia menyebut penunjukan pelaksana tugas (Plt) untuk jabatan eksekutif bisa dilakukan sementara, namun jabatan legislatif tidak bisa dibiarkan kosong.
“Untuk anggota DPRD satu-satunya cara adalah dengan cara kita memperpanjang masa jabatan,” tambahnya.
Diketahui, gugatan ini berangkat dari evaluasi atas pelaksanaan pemilu serentak yang dinilai terlalu kompleks.
MK menyatakan bahwa penggabungan pemilu nasional dan lokal dalam waktu bersamaan menurunkan kualitas demokrasi, membingungkan pemilih, dan membebani penyelenggara pemilu. (am)