Beasiswa

Dari Marabahan ke IPB: Nisa Menenun Mimpi dengan Tekad Sunyi

Akhmad Madani
×

Dari Marabahan ke IPB: Nisa Menenun Mimpi dengan Tekad Sunyi

Sebarkan artikel ini
Nisa IPK 4.00 mahasiswi IPB dari Marabahan
Anisa Rahma, Mahasiswa IPB asal Marabahan yang berhasil meraih IPK 4.00 berkat beasiswa PT Adaro Indonesia.

Di sebuah rumah sederhana di Marabahan, Kalimantan Selatan, seorang remaja perempuan diam-diam menenun mimpi besar. Ia tidak bising dalam ambisi, tidak pula gila pujian. Namun langkahnya mantap. Diam-diam, ia mencetak prestasi luar biasa: Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna 4.00 di semester pertama sebagai mahasiswi Teknik Sipil dan Lingkungan IPB University.

Bukan Soal Waktu, Tapi Cara Belajar yang Seimbang

Nisa, begitu ia akrab disapa, tidak menyiksa diri dengan belajar tanpa henti. Ia justru mengatur waktu belajar secukupnya agar tidak merasa jenuh.

“Aku nggak belajar terus-menerus. Kalau terlalu dipaksa, malah nggak masuk,” ucapnya saat diwawancarai, Sabtu (21/6).

Menurutnya, kunci belajar bukan seberapa lama duduk membaca buku, tetapi bagaimana mengelola waktu dan energi secara cerdas. Setelah kelas, Nisa rutin mengulang materi dan berdiskusi bersama teman. Ia juga aktif mengikuti berbagai organisasi kampus.

“Beberapa mata kuliah memang sulit. Tapi aku terbiasa diskusi bareng teman atau belajar dengan tutor,” lanjutnya.

Pondasi Nilai dari Keluarga

Sebagai putri sulung dari seorang guru, Nisa tumbuh dalam lingkungan yang menjunjung tinggi pendidikan. Ia terbiasa melihat ibunya mengajar dengan sabar, dan dari situlah ia belajar menghargai proses belajar.

Saat dinyatakan lolos IPB, kedua orang tuanya menyambut haru. Meski berat melepas anak perempuan mereka merantau ke Pulau Jawa, dukungan tetap mengalir tanpa ragu.

“Awalnya mereka khawatir karena jauh, tapi tetap support penuh,” kenangnya.

Lucunya, saat mendapatkan IPK 4.00, Nisa sempat menahan diri untuk bercerita. “Aku awalnya nggak langsung kasih tahu. Tapi akhirnya bilang juga. Mereka senang banget, langsung sebar kabar ke grup keluarga,” katanya sambil tertawa.

Gagal Itu Guru Terbaik

Tak semua jalan mulus. Di bangku SMA, Nisa pernah mengalami kegagalan meski sudah belajar keras. Namun ia tidak menyerah. Ia menjadikan kegagalan sebagai cermin, bukan tembok penghalang.

“Gagal itu bagian dari proses. Bukan akhir,” tegasnya.

Menurutnya, cara pandang terhadap kegagalan sangat memengaruhi kemajuan seseorang. Daripada larut dalam kecewa, ia memilih belajar dari pengalaman.

Beasiswa yang Mengubah Jalan Hidup

Nisa merupakan penerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari PT Adaro Indonesia. Program ini membuka jalan bagi anak-anak daerah untuk menempuh pendidikan tinggi tanpa terbebani biaya.

“Aku tahu soal beasiswa ini dari sosialisasi di SMAN 1 Marabahan. Manfaatnya luar biasa, bukan cuma gratis biaya kuliah, tapi juga ada pelatihan dan mentoring,” tuturnya.

Salah satu pelatihan yang paling berkesan baginya adalah public speaking. Dari sana, ia belajar menyampaikan pendapat dengan percaya diri.

“Sekarang aku lebih berani bicara di depan umum. Itu penting banget,” ungkapnya.

Ingin Ilmunya Bermanfaat untuk Banyak Orang

Setelah lulus nanti, Nisa berharap bisa berkarier di bidang lingkungan, baik sebagai konsultan maupun pengawas proyek. Ia ingin ilmunya berdampak, terutama di daerah asalnya.

“Kalau bisa kembali ke Kalimantan, aku mau bantu bangun daerah sendiri. Tapi aku juga terbuka untuk kerja di luar daerah,” katanya.

Menurutnya, kesuksesan bukan semata soal gelar atau nilai tinggi. Kesuksesan yang sesungguhnya adalah ketika seseorang bisa memberi manfaat.

“Motto hidupku: ambil setiap kesempatan untuk belajar dan berkembang. Jangan takut gagal,” tutupnya.


Penutup: Langkah Kecil dari Kota Kecil

Perjalanan Nisa membuktikan bahwa mimpi besar bisa tumbuh dari kota kecil. Dengan semangat belajar, keberanian mencoba, dan dukungan orang terdekat, ia menepis batas yang selama ini dianggap mustahil.

Dari Marabahan ke Bogor, langkahnya terus bergerak. Mungkin tanpa suara, tapi penuh arti.