Hukum

Pendiri Sriwijaya Air Divonis 14 Tahun, Terseret Korupsi Timah Rp300 Triliun

MediaSurya
×

Pendiri Sriwijaya Air Divonis 14 Tahun, Terseret Korupsi Timah Rp300 Triliun

Sebarkan artikel ini
Hendry Lie
Pendiri Sriwijaya Air Divonis 14 Tahun, Terseret Korupsi Timah Rp300 Triliun

JAKARTA (MediaSurya) – Pendiri maskapai Sriwijaya Air, Hendry Lie resmi dijatuhi vonis 14 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/6) petang.

Tak hanya penjara, Hendry juga dijatuhi denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan serta pidana tambahan uang pengganti Rp1,05 triliun subsider delapan tahun.

Ketua Majelis Hakim Tony Irfan menyebut Hendry Lie terbukti korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk periode 2015–2022.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hendry Lie selama 14 tahun penjara,” ujar hakim saat membacakan amar putusan, dikutip dari KompasTV.

Hakim menyatakan Hendry Lie bersalah secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 KUHP sebagaimana dakwaan primer jaksa.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 18 tahun penjara, denda Rp1 miliar dan uang pengganti Rp1,06 triliun subsider 10 tahun.

Majelis menilai Hendry tak mendukung penyelenggaraan negara bersih, serta menyebabkan kerugian negara dan lingkungan dalam jumlah besar.

“Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian negara sangat besar serta dampak lingkungan yang masif,” tegas hakim dalam persidangan terbuka.

Dalam perkara ini, Hendry Lie berstatus pemilik mayoritas saham PT Tinindo Inter Nusa (TIN) dan diduga menikmati hasil kejahatan tersebut.

Ia diduga memerintahkan anak buahnya membuat penawaran kerja sama kepada PT Timah Tbk, bekerja sama dengan sejumlah smelter swasta ilegal.

Melalui PT TIN dan perusahaan afiliasinya, Hendry membeli dan mengumpulkan bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah.

Hendry juga diketahui menyetujui pembayaran “biaya pengamanan” kepada Harvey Moeis sebesar 500–750 dolar AS per ton dari CSR smelter.

Biaya tersebut digunakan untuk menyamarkan praktik ilegal pembelian bijih timah, tanpa kajian teknis maupun persetujuan RKAB yang sah.

Dalam dakwaan, Hendry disebut menyetujui pembentukan CV boneka untuk mendapat SPK dari PT Timah dan membeli timah ilegal dari IUP resmi.

Hendry Lie bersama Harvey Moeis dan eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza disebut menyepakati harga sewa peralatan secara mundur.

Aksi mereka menimbulkan kerugian negara sebesar Rp300,003 triliun dan merusak lingkungan secara sistemik di wilayah tambang Bangka Belitung.

Kejagung mengonfirmasi telah menyita sejumlah aset milik Hendry, termasuk tanah dan vila di Bali, dikutip dari KompasTV, Selasa (19/11/2024).

“Sudah kita lakukan penelusuran dan penyitaan. Termasuk vila milik Hendry Lie di Bali,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar.

Hendry ditetapkan tersangka sejak April 2024, dan sempat tinggal di Singapura selama tujuh bulan sebelum akhirnya ditangkap di Jakarta.

Ia ditangkap pada 18 November 2024 usai pulang ke Indonesia untuk memperpanjang paspor yang kedaluwarsa 27 November 2024.

Kini Hendry Lie masih ditahan di Rutan Salemba Jakarta Pusat, dan belum menyatakan sikap hukum terkait vonis tersebut.

Profil Hendry Lie

Hendry Lie dikenal sebagai salah satu pendiri Sriwijaya Air bersama Chandra Lie, Johannes Bunjamin dan Andy Halim pada 2003 silam.

Maskapai ini memulai operasional dengan satu unit Boeing 737-200 dan berkembang jadi armada 48 pesawat dengan 53 rute domestik dan regional.

Nama Hendry sempat masuk daftar 150 orang terkaya versi Globe Asia Magazine edisi Juni 2016, dengan kekayaan ditaksir USD 325 juta.

Ia lahir di Pangkal Pinang, 1965 dan dikenal sebagai pengusaha asal Bangka Belitung yang juga terjun ke bisnis pertambangan timah.

Berikut biodata ringkas Hendry Lie:

  • Nama Lengkap: Hendry Lie
  • Tempat/Tanggal Lahir: Pangkal Pinang, 1965
  • Usia: 59 tahun
  • Asal: Bangka Belitung
  • Profesi: Pendiri Sriwijaya Air, Pebisnis Timah
  • Status: Terpidana Korupsi
  • Perusahaan: PT Tinindo Inter Nusa (TIN)
  • Aset Disita: Tanah, bangunan, vila di Bali
  • Status Hukum: Belum inkrah, masih pikir-pikir