Mediasurya – Praktik RT/RW Net ilegal terus meluas dan menjadi ancaman serius bagi pelaku bisnis internet yang sudah berizin di Indonesia. Hingga saat ini, pemerintah Joko Widodo belum berhasil memberantas praktik ilegal ini, yang dapat merugikan para penyelenggara internet resmi. Presiden terpilih Prabowo Subianto diharapkan untuk melibatkan semua pihak dalam upaya penegakan hukum terhadap praktik yang merugikan ini.
RT/RW Net ilegal biasanya beroperasi di lingkungan RT/RW, menjual jasa internet dengan harga yang jauh lebih murah daripada penyedia layanan resmi. Sebagai contoh, jika operator internet resmi menjual paket internet seharga Rp300.000 per bulan untuk kecepatan 50 Mbps, pelaku RT/RW Net ilegal dapat menawarkan harga hanya Rp100.000 untuk 10 Mbps.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif, menekankan bahwa keberadaan RT/RW Net ilegal sangat mengganggu ekosistem bisnis internet. “Ini tidak adil, ketika yang ilegal ini tidak diberantas. Dan ini perlu benar-benar kerja keras, bukan hanya dari Kemenkominfo, tetapi juga dari penegak hukum,” ujar Arif di Jakarta, Minggu (6/10/2024).
Arif menegaskan bahwa tindakan tegas harus diambil untuk memberantas RT/RW Net ilegal yang terus berkembang. Ia juga mengusulkan adanya pembinaan bagi para pelaku RT/RW Net ilegal agar mereka dapat beroperasi secara legal. “Pemain RT/RW Net ilegal tidak berkontribusi terhadap negara, termasuk tidak membayar pajak. Ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
Ia juga meminta agar pemerintah melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk asosiasi dan penegak hukum, dalam memberantas praktik ilegal ini. Menurut APJII, jumlah penyelenggara internet ilegal lebih banyak dibandingkan dengan Internet Service Provider (ISP) yang legal. Dalam tiga tahun terakhir, APJII mencatat jumlah ISP telah meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 1.170.
Praktik RT/RW Net ilegal tidak hanya mengancam bisnis di perkotaan, tetapi juga menjalar ke daerah rural. Di Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Semarang, Jawa Tengah, Bumdes Bedono Sejahtera menghadapi tantangan berat untuk memasarkan layanan internet resmi mereka. Sekretaris Bumdes Bedono, Rendi Setiawan, mengungkapkan bahwa reseller ilegal ini menjual layanan internet dengan harga yang jauh lebih murah, sehingga masyarakat lebih memilih berlangganan internet ilegal.
“Mereka [RT/RW Net ilegal] menjual layanan dengan harga Rp75.000-Rp100.000 per bulan, sedangkan kami menjual seharga Rp150.000 per bulan. Ini sangat merugikan kami,” kata Rendi. Selain itu, mereka juga mengalami kerusakan infrastruktur akibat tindakan pengrusakan yang dilakukan oleh para reseller ilegal.
Bumdes Bedono merupakan salah satu dari puluhan Bumdes yang terlibat dalam program digitalisasi oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) untuk menyebarkan internet ke daerah rural. Program ini bertujuan untuk mendukung pemerintahan berbasis digital, edukasi, dan perdagangan daring.
Di Kalimantan Barat, Bumdes Serdam Maju Bersama juga mengalami masalah yang serupa akibat keberadaan RT/RW Net ilegal. Sekretaris Bumdes, Hermansyah, mengakui bahwa pelanggan lebih memilih berlangganan internet murah meskipun tanpa izin resmi. “Secara harga mereka lebih rendah. Ini juga yang dikeluhkan oleh provider-provider karena mereka ilegal,” ungkapnya.