Hukum

Sindikat Bobol Bank Jatim Rp119 M Terungkap, Jaksa: Transaksinya Dipakai Beli Aset Kripto

MediaSurya
×

Sindikat Bobol Bank Jatim Rp119 M Terungkap, Jaksa: Transaksinya Dipakai Beli Aset Kripto

Sebarkan artikel ini
Empat terdakwa kasus pembobolan
Empat terdakwa kasus pembobolan dana Bank Jatim senilai Rp119 miliar dikawal petugas menuju ruang sidang di Pengadilan Negeri Surabaya (foto: SURYA/ tony hermawan)

SURABAYA (MediaSurya) – Kejahatan digital yang dilakukan empat warga Batam berhasil merugikan Bank Jatim hingga Rp119 miliar melalui ratusan transaksi mencurigakan.

Hal itu terungkap dalam sidang perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya.

“Empat terdakwa menggunakan banyak rekening palsu untuk mencuci uang hasil phishing, lalu dibelanjakan ke aset kripto,” ujar Jaksa Lujeng Andayani, dikutip dari kompas.com, Rabu (11/6).

Para terdakwa yakni Sahril Sidik, Abdul Rahim, Oskar dan Meilisa didakwa menjadi bagian dari jaringan pembobol bank antarprovinsi.

Modus dimulai dari pembuatan rekening-rekening bodong atas nama fiktif maupun nama orang lain yang sengaja dijual.

Sahril menjual rekening tersebut ke Abdul Rahim seharga Rp500 ribu untuk setiap rekening bank.

Abdul Rahim kemudian menyerahkan rekening itu ke Oskar dengan tarif lebih tinggi, yakni Rp5 juta per rekening.

“Oskar dan Meilisa kemudian menggunakannya atas perintah seseorang bernama Deni yang kini buron,” ujarnya.

Mereka beroperasi dari Perumahan The Home Southlink, Kecamatan Sekupang, Batam.

Menurut jaksa, kedua terdakwa digaji Rp8 juta per bulan untuk menjalankan instruksi dari Deni.

Pada Juni 2024, sistem deteksi Bank Jatim menemukan 483 transaksi yang dinilai tidak wajar dalam sistem.

Jumlah keseluruhan transaksi anomali tersebut mencapai Rp119 miliar dari dana nasabah yang dialirkan keluar.

“Sebagian besar dana masuk ke sejumlah rekening perusahaan dengan aktivitas fiktif,” kata Lujeng.

Rekening atas nama Raja Niaga Komputer disebut menerima dana paling besar, yaitu Rp35,4 miliar.

Evo Jaya Intan menerima Rp29,7 miliar dan Pasifik Jaya Angkasa menerima Rp22,4 miliar dari transaksi mencurigakan.

Tercatat lebih dari 22 nama berbeda digunakan sebagai identitas pemilik rekening penerima.

“Untuk menyamarkan asal-usul dana, pelaku membeli aset crypto lewat wallet yang mereka kendalikan,” katanya.

Penggunaan aset kripto dilakukan sebagai bentuk penyamaran dana agar sulit ditelusuri penegak hukum.

Selain keempat terdakwa, penyidik juga mengungkap peran Ahmad Sopian, warga Surabaya, sebagai bagian dari sindikat.

Rekening miliknya digunakan sebagai penampung dan ia telah divonis 2 tahun penjara lebih dulu.

Majelis Hakim menyebutkan bahwa Deni adalah tokoh sentral yang belum tertangkap dalam perkara ini.

“Peran Deni sangat dominan dalam mengendalikan semua aliran dana dan distribusi hasil kejahatan,” kata hakim.

Penyidik menyebut Deni kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dan diduga berada di luar negeri.

Jaksa meminta agar seluruh wallet kripto yang digunakan pelaku segera dibekukan untuk mencegah aliran dana baru.

Langkah itu, katanya, penting untuk mencegah kaburnya uang hasil kejahatan ke luar negeri melalui blockchain.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan menghadirkan ahli dari OJK dan PPATK untuk memverifikasi pola transaksi.

Kasus ini dinilai sebagai bentuk kejahatan siber terstruktur dan membutuhkan sistem pencegahan yang lebih canggih.

“Bank harus membangun sistem peringatan dini untuk transaksi tidak wajar dalam waktu cepat,” tambah jaksa.

Jaksa juga menyebut masih banyak titik gelap dalam jaringan kejahatan digital ini yang harus dibongkar aparat.

Kejahatan siber lintas wilayah ini menjadi catatan penting bagi lembaga keuangan dalam memperketat keamanan data.

Deni disebut sebagai dalang yang memberi perintah pembelian crypto, distribusi rekening, dan aliran dana.

“Kalau Deni belum ditangkap, maka belum selesai pembongkaran perkara ini,” ucap jaksa.

Polisi dan penyidik TPPU kini bekerja sama dengan lembaga internasional untuk memburu keberadaan Deni.

Majelis Hakim menyatakan sidang ini akan menjadi preseden penting dalam pengungkapan kejahatan finansial digital. (am)