Tanggapan Keras Terhadap Aksi Premanisme yang Bubarkan Diskusi di Kemang

Mediasurya

Mediasurya, Jakarta – Aksi premanisme yang membubarkan diskusi di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 28 September 2024, mengundang sorotan dan kritik tajam dari berbagai kalangan. Publik menilai tindakan tersebut tidak sejalan dengan semangat demokrasi yang dijamin oleh Konstitusi.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Nasional (PKN) Anas Urbaningrum menegaskan bahwa kebebasan berkumpul dan berdiskusi adalah hak yang dilindungi. Ia menekankan pentingnya aparat keamanan untuk menjaga diskusi selama tidak berkaitan dengan isu makar atau pemberontakan.

“Ini ganjil. Kok ada di negara demokrasi Pancasila, preman ngobrak-abrik, membubarkan diskusi?” ungkapnya melalui akun X pribadinya.

Anas berharap kejadian serupa tidak terulang, menjadikan insiden di Kemang sebagai peristiwa buruk yang terakhir. Ia juga berpendapat bahwa diskusi yang kritis justru bisa memperkuat demokrasi, bukan sebaliknya.

“Pikiran-pikiran alternatif diperlukan untuk menyehatkan dan menggerakkan turbin demokrasi,” katanya.

Sri Mulyono, Sekretaris Jenderal PKN, memberikan apresiasi kepada Polda Metro Jaya yang telah cepat bertindak dengan mengamankan lima pelaku perusakan dan mengangkat dua di antaranya sebagai tersangka.

Ia menekankan pentingnya penegakan hukum untuk menangkap aktor di balik peristiwa ini.

“Polisi harus bisa menangkap siapapun aktor utama dan mengungkap motif dalam kasus itu,” ujarnya.

Kombes Wira Satya Triputra, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah mengamankan lima orang yang terlibat dalam perusakan dan penganiayaan di lokasi.

“Tersangka yang melakukan perusakan disangkakan melanggar pasal 170 dan pasal 406,” ujarnya.

Eksponen gerakan mahasiswa 1998, Haris Rusly Moti, menyatakan bahwa pembubaran paksa diskusi oleh preman merupakan tindakan yang sangat memalukan dan mencurigakan.

Ia menduga adanya pihak-pihak yang memanfaatkan situasi untuk menciptakan persepsi negatif terhadap pemerintahan.

“Saya mencurigai ada upaya terus-menerus untuk menciptakan suasana gaduh untuk mengganggu stabilitas politik nasional,” jelasnya.

Haris juga menekankan perlunya “cooling system” untuk menjaga iklim politik yang kondusif menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada 20 Oktober 2024.

Ia menambahkan bahwa meskipun Prabowo Subianto selalu mengedepankan persatuan, hal itu bukan berarti menafikan perbedaan pandangan.