BUNTOK (MediaSurya) – Donald Trump kembali mengguncang dunia dengan kebijakan kontroversialnya. Dalam pernyataannya, mantan Presiden Amerika Serikat (AS) ini secara terang-terangan meminta Ukraina menukar bantuan militer dengan pasokan rare earth, mineral langka yang menjadi komoditas strategis dunia.
“Ukraina memiliki tanah jarang yang sangat berharga,” ujar Trump seperti dikutip dari AFP, Rabu (5/2/2025). Ia menegaskan bahwa AS tak akan terus-menerus memberikan bantuan cuma-cuma tanpa ada imbal balik yang jelas.
Dengan kata lain, jika Kyiv ingin tetap mendapatkan dukungan dari Washington, maka mereka harus “menjamin” pasokan rare earth dan mineral strategis lainnya ke AS.
Rare Earth: Harta Karun Strategis yang Diperebutkan Dunia
Rare earth bukan sekadar komoditas biasa. Mineral ini menjadi bahan baku vital untuk industri teknologi tinggi, mulai dari baterai kendaraan listrik, ponsel, hingga peralatan militer. Saat ini, China menguasai produksi global, sementara AS sangat bergantung pada impor.
Ukraina sendiri diklaim memiliki beberapa sumber daya strategis seperti berilium, litium, titanium, dan grafit. Meski Kyiv mengaku cadangannya tidak sebesar yang dibayangkan, Uni Eropa tetap menyebut negara ini sebagai “sumber potensial lebih dari 20 bahan baku kritis”.
Data dari Forbes Ukraina menyebutkan bahwa total nilai sumber daya mineral Ukraina mencapai US$14,8 triliun, dengan sebagian besar berada di wilayah yang kini dikuasai Rusia, seperti Donetsk, Lugansk, dan Dnipropetrovsk. Bahkan, laporan lain dari The Washington Post memperkirakan angkanya bisa mencapai US$26 triliun.
RI Perlu Waspada, Rare Earth Juga Ada di Indonesia
Langkah Trump ini bisa menjadi alarm bagi Indonesia. Mengapa? Karena negeri ini juga memiliki rare earth yang cukup melimpah.
Menurut Badan Geologi Kementerian ESDM, terdapat 28 lokasi di Indonesia yang memiliki potensi mineral langka ini, dengan sebaran sebagai berikut:
- Sumatera: 16 lokasi
- Kalimantan: 7 lokasi
- Sulawesi: 3 lokasi
- Jawa: 2 lokasi
Selama ini, Indonesia lebih banyak mengekspor bahan mentah tanpa mengolahnya sendiri. Jika negara lain seperti AS dan China semakin agresif dalam mengamankan pasokan rare earth, Indonesia harus segera mengambil langkah strategis agar tidak hanya jadi “ladang eksploitasi” tanpa manfaat maksimal bagi perekonomian nasional.
Apakah Indonesia siap menghadapi “perang rare earth” ini? Ataukah kita hanya akan jadi penonton di tengah perebutan sumber daya strategis dunia?