Nasional

Tuntut Hak Siar Trans7 Dicabut, Legislator PKB Bela Pesantren Lirboyo

Legislator PKB Ratna Juwita Sari (foto: Fraksi PKB)

JAKARTA (MediaSurya) – Legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Ratna Juwita Sari mengecam tayangan Xpose Uncensored Trans7 yang dianggap melecehkan kiai dan pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur (Jatim).

Menurut Ratna, tayangan tersebut menunjukkan kurangnya pemahaman media terhadap tradisi dan kultur pesantren yang sarat dengan nilai, adab, serta kearifan lokal.

“Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, tetapi pusat pembentukan karakter dan moral bangsa,” ujarnya di Jakarta, dikutip dari fraksipkb.com, Rabu (15/10).

Tayangan itu, katanya, tidak hanya menyakiti para santri tetapi juga menyinggung perasaan umat Islam yang menjunjung tinggi kehormatan kiai.

“Media seharusnya menjadi mitra dalam membangun kesadaran publik, bukan menyebarkan stigma negatif terhadap pesantren,” katanya.

Ia menambahkan, banyak jurnalis belum memahami bagaimana tradisi pesantren tumbuh dan bertransformasi seiring perkembangan zaman.

“Media seharusnya memberi panggung kepada pesantren untuk memperkenalkan tradisi dan budaya mereka,” tambahnya.

Ratna juga mengutip pandangan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang menyebut pesantren sebagai subkultur dengan sistem nilai dan kebiasaan tersendiri.

“Kata Gus Dur, pesantren punya ciri khas kepemimpinan kiai, kehidupan bersama, dan keseimbangan antara pendidikan agama dan umum,” ujarnya.

Dalam pandangan Ratna, pesantren telah berperan besar dalam menjaga moral bangsa serta menanamkan nilai toleransi dan kebangsaan.

“Framing negatif terhadap pesantren sama saja dengan mencederai salah satu akar kebudayaan Indonesia,” katanya.

Ia menambahkan, media harus belajar terlebih dahulu sebelum menilai pesantren dan tidak menggunakan kacamata sempit serta sensasional.

“Pelajari dulu bagaimana budaya santri tumbuh, bagaimana kiai membimbing, dan bagaimana pesantren membentuk akhlak anak bangsa,” tambahnya.

Ratna mengajak insan pers untuk berkolaborasi dengan pesantren, membuka ruang dialog, dan menghadirkan konten edukatif.

“Daripada memframing negatif, akan jauh lebih baik jika media membantu memperluas wawasan publik tentang pesantren,” ujarnya.

Ia berharap peristiwa ini menjadi pelajaran bagi semua pihak agar berhati-hati dalam memproduksi tayangan publik.

Pesantren bukan sekadar tempat belajar agama, tapi benteng moral bangsa. (am)

Exit mobile version