JAKARTA (MediaSurya) – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Hendry Lie 14 tahun penjara dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah.
Hendry Lie diketahui merupakan pemegang saham mayoritas di PT Tinindo Inter Nusa sekaligus pendiri maskapai Sriwijaya Air.
Vonis dibacakan dalam sidang yang digelar Kamis (12/6/2025) dan dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat.
“Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer,” ujar hakim, dikutip dari idntimes.com, Kamis (12/6).
Majelis Hakim juga menghukum Hendry Lie membayar uang pengganti sebesar Rp1,05 triliun.
Uang pengganti itu wajib dibayarkan maksimal satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Jika tidak dibayar, maka Hendry akan menjalani pidana tambahan berupa delapan tahun penjara.
Putusan ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sebelumnya menuntut 18 tahun penjara.
JPU juga menuntut uang pengganti senilai Rp1,06 triliun dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun penjara.
Dalam pertimbangan hukumnya, hakim menilai bahwa Hendry Lie telah menikmati hasil dari tindak pidana korupsi yang dilakukannya.
Ia juga disebut tidak mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.
Selain itu, kerugian negara yang ditimbulkan dari perbuatannya mencapai ratusan triliun rupiah.
“Kerugian termasuk dalam bentuk kerusakan lingkungan yang sangat masif dan tidak bisa dipulihkan,” lanjut hakim dalam amar putusannya.
Namun, hakim mencatat hal yang meringankan adalah karena Hendry belum pernah dihukum sebelumnya.
Kasus ini berkaitan dengan korupsi dalam proses tata niaga dan pengelolaan tambang timah di wilayah izin usaha PT Timah.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa praktik tersebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun.
Angka itu mencakup kerugian ekonomi serta kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat eksploitasi ilegal tambang timah.
Hendry Lie disebut sebagai aktor sentral dalam pengaturan komoditas timah yang dijual secara tidak sah ke pasar global.
Ia juga dinilai menjalin kerja sama dengan pihak internal dan eksternal PT Timah untuk memuluskan alur niaga tersebut.
Putusan ini menjadi salah satu vonis besar dalam sejarah pengadilan kasus korupsi pertambangan di Indonesia.
Pakar hukum pidana menyebut vonis terhadap Hendry bisa menjadi pintu masuk mengungkap pelaku lain di lingkaran bisnis timah.
“Mestinya tidak berhenti di Hendry, ini harus dikembangkan terus oleh penegak hukum,” kata pengamat hukum pidana UI, Andri Gunawan.
Langkah lanjutan dari Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun dinantikan publik.
Mereka berharap penindakan ini benar-benar menyentuh semua pihak yang terlibat tanpa pandang bulu. (am)